SERPIHAN SISA KONFERENSI PCNU JOMBANG 2022

SERPIHAN SISA KONFERENSI PCNU JOMBANG 2022

 


Catatan pinggir
Untuk konsumsi internal

Oleh : AH. HAMDAH


bherenk.com Mengamati pelaksanaan Konferensi PCNU Jombang 2022, saya mendapati beberapa hal yang harusnya tidak perlu dilakukan namun faktanya terjadi.


Helatan konferensi PCNU Jombang pada 05 Juni 2022 di gedung PCNU Jombang menyisakan beberapa pertanyaan yang secara normatif mustinya tidak perlu terjadi.


Saya tidak tau siapa yang memunculkan ide aturan main (role play) bahwa pemilihan ketua tanfidziyah dengan model sistem ahwa akan dibuat sama dengan siatem pemilihan syuriyah. 


Sudah selayaknya sebuah kegiatan itu dibentuk kepanitiaan. Termasuk Konferensi itu juga harus ada kepanitiaannya. Aturan main dalam konferensi mustinya secara normatif dibuat oleh panitia karena notabennya panitia adalah sebagai wasit. 


Sangat lucu jika pengurus sebagai pejabat definitif membuat aturan main  sendiri dalam pelaksanaan konferensi, jika dilakukan tentunya mereka akan membuat aturan main yang menguntungkannya sendiri, berbeda jika aturan main ini digodok oleh panitia pastinya akan lebih obyektif karena panitia itu terdiri dari beberapa unsur.



Baru kali ini saya mendapati ada konferensi namun panitia tidak punya kewenangan penuh dalam melaksanakan kegiatan konferensi, lha untuk apa panitia dibentuk?


Dengan membuat Role Play (aturan main) Konferensi yang tidak seperti biasanya, tidak lazim, tidak pada umumnya, apalagi ada indikasi kuat PCNU melaksanakan konfrensi setengah hati, terbukti panitia tidak difungsikan sebagaimana mestinya, panitia formalitas kewenangannya diamputasi, pun aturan main konferensi tidak sesuai dengan aturan  yang sudah ada yaitu AD ART/PO/putusan Konbes, hal ini indikator yang kuat bahwa konferensi hanya legitimasi semu, semua sudah diatur sedemikian rupa dari hulu ke hilir agar kompetitor tidak bisa tampil, lalu kemudian apa urgensinya konferensi? 


Alibi bahwa role play konferensi sudah dikomunikasikan ke organisasi induk dengan rekomendasi pengurus wilayah, namun PBNU tidak kunjung merespon, ini menurut saya hanyalah lips service belaka. Bukankan aturan main berkonferensi sudah jelas di AD ART, PO, putusan Konbes, kenapa masih ngotot pengen membuat aturan main sendiri, padahal PBNU sudah mengingatkan meskipun via SMS WA (kemajuan tehnologi), bahwa kepesertaan konferensi PCNU harus melibatkan ranting, mungkin bahasanya PBNU sampean berorganisasi sudah berapa lama, lha aturan sudah jelas kok masih tanya, masih minta penjelasan, masih minta fatwa, sudah begitu masih menyalahkan PBNU dengan dalih suratnya via SMS tidak sah, tidak perlu ditaati, lalu apakah selama ini PCNU dalam surat menyurat tidak pernah via SMS dengan MWC atau ranting? Tentunya sering kan, lha lucu...


Model pemilihan ketua tanfidziyah dengan sistem suara ranting dalam menentukan ketua cukup diakomodir di masing-masing MWC pada H-2 itu sama dengan sudah membocorkan siapa bakal calon ketua nantinya.


Secara ilustrasi lugasnya begini, misal ; di MWC Jombang Kota suara unggul adalah H. Ahmad, di MWC Peterongan yang unggul H. Zaki dan MWC Mojoagung yang unggul H. Ahmad, dst maka setelah dihitung seluruh MWC se Jombang yg unggul adalah misalnya H. Ahmad maka H Zaki masih punya kesempatan untuk melobi MWC, maka  H Zaki akan melakukan berbagai upaya agar dia bisa unggul, misal H, Zaki kebetulan pengurus PCNU, sementara PCNU masih punya kewenangan mengatur (bukan panitia) maka ya muluslah jalannya untuk bisa mengubah skore itu, apa susahnya, toh yang punya data hanya sebagian pengurus PCNU bukan panitia, disinilah siyasat itu dimainkan. Lho berarti su'dzon? kalau memang tidak mau menimbulkan su'dzon kenapa tidak melaksanakan konferensi seperti biasanya saja..!!? Siasat itu taktik, cara, ada asumsi, harus su'dzon sebagai bentuk prefentive, mungkin su'udzon yang hasanah..hehehe.


Kalah dan menang dalam sebuah kontestasi itu sunatullah, pasti ada yang kalah dan ada yang menang. Jangan sampai takut kalah terus kemudian segala cara dilakukan, tidak mampu memetakan suara ranting lalu ranting diamputasi di MWC hal ini sangat naif. Saya tidak bisa membayangkan kader NU kemudian bisa melakukan siayasat seculas itu, bagaimana nantinya jika terjun ditengah masyarakat.


Bukankah Semua yang sudah diatur harus ditaati, jika memang tidak ada aturan yang mengatur terkait konferensi maka baru bisa membuat kebijakan sendiri itupun selama tidak bertentangan dengan aturan yang sudah ada, jangan berdiri di belakang kata Ijtihad untuk merubah aturan main, ini bukan forum bathsul masail.


Jangan dengan dalih efisiensi waktu, visioner, membuat gebrakan baru, menghindari ruswah,  kemudian membuat aturan main sendiri dalam Konferensi, sehinga merugikan pihak lain, lha sudah ada  aturan yang mengatur kok mau bikin aturan sendiri, NU itu organisasi berjenjang, yang dalam menjalankan organisasi sudah diatur oleh pengurus besarnya dalam  forum muktamar.


Jika memang ingin merubah aturan yang sudah ada maka tunggulah hingga pelaksanaan  muktamar, sebab aturan AD ART hanya bisa diubah di forum muktamar, sementara hasil putusan konbes juga hanya bisa diubah saat konbes.


Tapi saya haqqul yakin poro yai, masyayikh tidak terlibat didalam mensiasati aturan dalam berkonferensi kemarin itu....#lalu siapa yang bermain dalam mengotak atik aturan main konfrensi Jombang kemarin?


Screening pengurus harus dilakukan, agar mendapati figur pengurus yang benar benar loyal pada NU, berkhidmat pada NU, bukan figur yang bisa tunduk dan patuh pada selain organisasi NU..mentaati AD ART/PO, Hasil Konbes NU itu juga masuk kategori loyal pada jamiyyah NU.

No

Semoga NU Ku Jombang tetap baik baik saja, amin.

 🙏🙏



*Warga NU 

Previous Post
Next Post

post written by:

0 Comments: