PMKNU, MORATORIUM SEGERA..!!

 


oleh : AH. Hamdah

JOMBANG, — Program Pendidikan Menengah Kepemimpinan Nahdlatul Ulama (PMKNU) yang digagas sebagai strategi kaderisasi berjenjang Nahdlatul Ulama (NU) mulai digelar di berbagai wilayah Indonesia. Namun, pelaksanaannya dirasa kurang maximal. 


Jombang, yang dikenal sebagai basis warga NU, pada pelaksanaan PMKNU nya menyisakan sejumlah catatan kritis.


PMKNU Angkatan I Jombang dilaksanakan pada 28 Mei hingga 1 Juni 2025 di Pondok Pesantren Darul Ulum, Rejoso, Peterongan.


Sebanyak 40 peserta dari berbagai daerah termasuk Papua, Jember, Banyuwangi, Klaten Jawa Tengah, serta sebagian besar pengurus PCNU Kab. Jombang mengikuti  pelatihan  yang diklaim sebagai fasilitasi pembentukan kader kepemimpinan NU di masa depan.


Namun, berdasar yang kami rasakan  pelatihan selama lima hari itu belum sepenuhnya berjalan sesuai harapan.


Materi sangat Padat, aturan norma begitu ketat namun  longgar pada tataran penerapannya, banyak sesi pelatihan tidak berjalan sesuai jadwal.


Beberapa narasumber, datang terlambat atau bahkan batal mengisi materi tanpa penjelasan yang memadai.


“Materinya bagus, tapi terlalu padat dan kadang tidak konsisten. Ruang untuk diskusi atau pendalaman nyaris tak ada, kok datar datar saja tidak ada yang istimewa.


Pun sama, terkait penerapan sanksi yang juga memunculkan berbagai spekulasi, sebagai peserta yang sama-sama terlambat saat masuk kelas ada yang dicoret merah ada yang tidak, ada yang lulus dengan syarat ada yang tanpa syarat, bahkan naifnya ada yang tidak mengikuti  beberapa materi jadi bukan hanya telat tapi tidak mengikuti materi lebih dari dua materi namun tetap lulus tanpa syarat. 


Kontrak belajar dalam PMKNU


Saya bersama teman hanya telat tiga menit dalam memasuki ruangan dicoret merah pada absensi dan dinyatakan lulus bersyarat, sementara yang lain sering telat bahkan telat lebih setengah jam, ada juga yang tidak ikut lebih dari tiga materi dicoret merah sih pada absensinya namun kok lulus tanpa syarat, aneh kan, hal ini dirasa kurang adil, ibarat permainan sepakbola, wasitnya  seakan bisa diatur, tidak fairplay, sehingga tengara fasilitator dan instruktur sudah "masuk angin" rasan rasan ini berhembus kencang selepas baiat dikalangan peserta, saat itu, mengapa tidak taat pada kesepakatan dalam kontrak belajar? 


Bahkan lucunya ada peserta yang tercoret merah pada absensinya karena terlambat masuk kelas, namun malah lulus tanpa syarat dan  diberi penghargaan oleh panitia (instruktur) sebagai peserta terpopuler atau apa lupa saya, kan aneh dan lucu, apa  parameternya ?



Hal tersebut bisa mencederai rasa keadilan sesama peserta dan  turunnya marwah tim pelaksana  PMKNU, karena kontrak kelas sudah tidak dijalankan. Kenapa peraturan hanya lancip ke bawah tumpul ke atas.


Panitia yang juga sekaligus menjadi peserta ini juga perlu ditinjau lagi, dimanapun pelatihan itu tidak bisa panitia  merangkap sebagai peserta, sebab jika ada penilaian maka bisa terjadi ambivalen, apalagi sampai terlibat dalam menentukan lulus tidaknya peserta, dia yang merangkap  sebagai peserta sekaligus panitia kan tidak mungkin tidak lulus, maka kedepan harus dipisah antara panitia dan peserta. 

Besarnya anggaran yang dikeluarkan peserta dalam kegiatan PMKNU harusnya mampu  menghasilkan output yang maximal sehingga  dapat mencetak kader kepemimpinan yang militan, kompeten dan mampu bertanggungjawab  dalam mengelola organisasi, sesuai cita cita PMKNU.


Harapan dari out put  pelatihan PMKNU  diantaranya adalah menjadi pemimpin itu harus berani bertanggungjawab, dari sisi ini saja kami sudah bisa mengambil kesimpulan bahwa output dari PMKNU tidak berhasil, buktinya para peserta yang sering telat bahkan tidak mengikuti materi dan tetap dinyatakan lulus tanpa syarat tidak ada yang berani mengatakan saya juga harus tidak lulus atau minimal berkata saya juga harus mengulang sebagai implementasi dari rasa berani tanggungjawab dan harus merasa malu, namun faktanya tidak ada yang berani berkata malah bangga bisa lulus meskipun sering telat dan bolos. 


Setelah pelatihan berakhir, belum ada mekanisme tindak lanjut yang jelas. Tidak ada pemetaan kader, penugasan, atau pembinaan. Sehingga seakan pelatihan ini hanya “berjalan di ruang kelas, tapi kurang menyentuh realitas”.


“Kita butuh pemimpin yang tumbuh dari bawah. PMKNU harusnya menyiapkan itu. Tapi kalau hanya jadi agenda seremonial, lalu selesai, ini akan kehilangan makna,”


PBNU menargetkan pelaksanaan PMKNU setahun sekali di setiap cabang NU. Namun jika tanpa sistem pengawasan yang kuat dan evaluasi berkala, tujuan mulia program ini dikhawatirkan berakhir sia sia. 


“PMKNU harus dijalankan dengan standar nasional. Evaluasi harus dibuka ke warga NU. Kalau tidak, ia akan berakhir hanya sebagai proyek pelatihan rutin tanpa dampak nyata, jangan sampai harapan PMKNU untuk mencetak kader yang militan, kompeten dan bertanggungjawab hanya isapan jempol belaka.



Sebagai organisasi keagamaan terbesar di Indonesia, NU dituntut tidak hanya besar secara kuantitas, tetapi juga dalam hal kualitas kader. PMKNU adalah langkah awal yang penting, namun kualitas pelaksanaannya akan menentukan masa depan kepemimpinan NU. Jika tak diperbaiki sejak dini, harapan besar itu bisa terperangkap dalam struktur yang tak pernah benar-benar menyentuh akar.


Kami berlima, KH. Achmad Amin, KH. Ibnu Sina, Ustadz Dr. Agus Machfudin, Ustadz M Rouf dan Hamid yang dinyatakan lulus bersyarat dan disuruh mengulang materi yang tertinggal maka kami berlima pun mengikuti arahan instruktur tersebut dan mengikuti PMKNU yang dilaksanakan oleh PWNU Jatim angkatan ke 4 di Bondowoso pada tanggal 24 Juni 2025. Jauh kami pergi ke Bondowoso dengan niatan cari ilmu, niat untuk mengulang materi itu mungkin hanya niat yang kesepuluh.


Kami berangkat dari Jombang jam 12 malam sampai di Bondowoso Subuh, langsung menuju lokasi PMKNU yaitu di Pondok Pesantren Nurul Burhan sebagai lokasi PMKNU, kami mengikuti pembukaan dan materi yang tertinggal saja sesuai yang di sampaikan KH. Miftah Faqih sebagai instruktur, namun pernyataan lulus bersyarat tersebut dianulir oleh Kyai Miftah sendiri saat pembukaan PMKNU di Bondowoso itu dengan mengatakan bahwa kami peserta yang dari Jombang tidak lulus dan harus mengulang semua materi, hah, kagetlah kami, kok jadi gini, kok tidak sama dengan yang disampaikan oleh KH. Miftah Faqih saat penutupan PMKNU di makam muasis Pesantren Rejoso Peterongan.


KH. Achmad Amin (akrab dipanggil gus Amin), menanggapi hal tersebut, ini bukan hanya persoalan lulus atau tidak lulus namun bagaimana membawa marwah KH Romli Tamim Rejoso Peterongan dimana sang pembaiat yaitu Kyai Miftah Faqih wakil ketua PBNU di depan makam mbah kyai Romli Tamim dan para masyayikh pendiri pesantren Rejoso Peterongan mengucap berulang kali bahwa kami lulus bersyarat karena menghormati beliau yg ada di makam namun dengan syarat harus mengikuti materi yg tertinggal di PMKNU selanjutnya, terang gus Amin.


Kalau kemudian yang dijadikan contoh adalah pelaksanaan PMKNU sebelumnya bahwa ada peserta yang telat bahkan beliau itu tokoh namun tetap dinayatakan tidak lulus, ya itu sangat beda sebab beliau kemudian tidak masuk lagi, serta tidak mengikuti materi lagi, tidak mengikuti baiat, sementara kami dari awal diberi tau bahwa kalau hanya telat dikit saat sesi materi maka kami hanya akan mengulang yang telat saja bukan mengulang keseluruhan materi, maka kami tetap mengikuti materi PMKNU hingga baiat, jika dari awal kami dinyatakan tidak lulus ya kami tidak akan mengikuti materi lagi, dan pulang, urai gus Amin.



Jika memang demikian aturannya maka it's ok, namun semua peserta harus diperlakukan yang sama, harus mengulang semua karena mayoritas peserta pernah telat lebih 10 menit, bahkan seharian tidak ikut materi, jika memang gentle dan mau mengakui, itu baru fair namanya, para fasilitator dan instruktur jenengan jangan takut tekanan dari manapun, berbuat adillah, jadi jangan dibuat mainan dalam membuat keputusan, kami benar benar mengikuti arahan instruktur namun ternyata tim PMKNU tidak konsisten, karena meskipun kami telah mengikuti PMKNU susulan di Bondowoso kami juga dinyatakan tidak lulus, pungkas gus Amin.



Dengan kondisi tersebut maka kami peserta PMKNU angkatan I PCNU Kab. Jombang yang dinyatakan lulus bersyarat oleh instruktur (KH.Miftah Faqih) saat baiat di Makam muasis Pondok Pesantren Darul Ulum Rejoso Peterongan Jombang, untuk menjaga marwah PBNU dan para muasis pondok pesantren Rejoso Peterongan Jombang, maka kami menyatakan sikap dan berharap pada PBNU untuk :


1. Moratorium PMKNU, hingga ada evaluasi berkala baik dari panitia, instruktur dan peserta.

2. Mengevaluasi pelaksanaan PMKNU serta membuat penilaian terbuka dan jujur secara adil terhadap peserta tanpa takut ada penekanan dari pihak manapun.


3. Laksanakan prinsip kontrak forum sesuai dengan yang disepakati saat sesi kontrak forum.


4. Fasilitator yang dari PBNU agar bersikap ramah, murah senyum karena PMKNU ini mayoritas melayani poro kyai, jangan bermuka masam, peserta bukan musuh, fasilitator juga bukan orang yang harus disegani melebihi kyai.


5. Menganulir putusan instruktur terhadap penilaian lulus dan tidak lulus nya peserta PMKNU PCNU Kab. Jombang Angkatan I, hingga diterjunkannya tim independen dari PBNU.


bherenk.com

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama